Rabu, 12 Oktober 2016

Pora Pora, Ikan Penumpas Enceng Gondok Danau Toba

MEDAN - Belum lengkap ke Danau Toba kalau pulang tanpa ikan Pora pora (Puntius binotatus), begitulah tagline pedagang di tempat wisata Danau Toba. Danau yang terletak di propinsi Sumatera Utara ini, bukan hanya objek wisata terkenal di dunia, namun merupakan salah satu danau yang menghasilkan berbagai jenis ikan yang terkenal dengan kelezatannya. Berbagai jenis ikan khas Batak, seperti ; Siburincak, Asa-asa, Mas dan Pora ada di danau kebanggaan masyarakat Sumatera Utara ini. Sejak beberapa tahun lalu masyarakat pesisir Danau Toba lebih memilih membudidayakan ikan Pora atau Haporas dalam bahasa Batak, yang disebut juga ikan Dewa.

Mengingat ikan pora-pora asli tidak pernah tertangkap lagi sejak 1990-an,
tanggal 3 Januari 2003, ikan Bilih yang memiliki nama latin (Mystacoleucus  padangensis) ditebarkan di daerah Parapat dan Ajibata di Danau Toba. Ikan Bilih berasal dari Danau Singkarak Sumatera Barat. Ikan ini endemic dalam geografis  yang terbatas sehingga di dunia hanya ditemukan di danau Singkarak. Ikan Bilih memiliki persamaan bentuk dan karakter dengan ikan Pora pora (Pontius binotatus) yang ada di danau Toba. Karakteristik limnologis Danau Toba juga mirip dengan Danau Singkarak, habitat pemijahan ikan bilih di Danau Toba lebih banyak atau lebih luas dari Danau Singkarak. Selain itu makanan alami sebagai makanan utama ikan bilih cukup tersedia, belum seluruhnya dimanfaatkan oleh jenis ikan lain yang hidup di Danau Toba. Daerah pelagis dan limnetik Danau Toba jauh lebih luas (sepuluh kali lipat dari luas Danau Singkarak), mampu diisi oleh ikan bilih.

Kemudian tahun 2004, mantan Presiden Megawati Soekarno Putri  juga menaburkan benih ikan Bilih ke Danau Toba dan ke sejumlah masyarakat pembudidaya ikan di pesisir Danau Toba. Pada saat mendatangkan ikan Bilih dari danau Singkarak yang dibawa sebanyak 3400 ekor dan ditebarkan sebanyak 2840 ekor karena sebagian mati di perjalanan. Dengan disemaikan secara resmi oleh Presiden Megawati saat itu, maka masyarakat sekitar danau tersebut menyebut  ikan bilih sebagai  ikan Pora pora. Nama Pora pora  yang sebenarnya adalah ikan Bilih terus melekat dan populer sampai sekarang.

Kembang biak ikan Pora
Perkembangbiakan ikan Pora pora terbilang sangat cepat, umur 3 minggu ikan ini sudah bertelur dan 3 hari sudah menetas, sehingga ikan ini bisa dijumpai hampir di seluruh bagian Danau Toba. Ikan air tawar ini memiliki ciri fisik sisik berwarna putih dan ekor berwarna kuning dengan panjang tubuh 10-12 centimeter, tubuhnya lebih kecil dari ikan mujair, apalagi ikan mas atau lele.

Habitat pemijahan ikan ini adalah perairan sungai yang jernih, dengan suhu air relatif rendah, berkisar 24,0-26,0°C, dasar sungai yang berbatu kerikil dan atau pasir. Ikan ini melakukan reproduksi atau pemijahan dengan mengikuti aliran air di sungai yang bermuara di danau. Induk jantan dan betina berruaya ke arah sungai dengan kecepatan arus berkisar antara 0,3-0,6 m/detik dan kedalaman antara 10-20 cm. Faktor lingkungan yang mempengaruhi pemijahan ikan bilih adalah arus air dan substrat dasar. Ikan pora-pora menuju ke daerah pemijahan menggunakan orientasi visual dan insting. Sesampai di habitat pemijahan, betina melepaskan telur dan bersamaan jantan melepaskan sperma untuk membuahi telur. Telur yang telah dibuahi berwarna transparan dan tenggelam di dasar sungai (di kerikil atau pasir) untuk kemudian hanyut terbawa arus air masuk ke danau. Telur-telur tersebut akan menetas di danau sekitar 19 jam setelah dibuahi pada suhu air antara 27,0-28,0°C dan larva berkembang di danau menjadi dewasa.

Penumpas Enceng Gondok
Menurut masyarakat pesisir danau, medio 2012 lalu sempat terjadi ledakan populasi ikan Pora pora, yang membawa berkah sendiri bagi masyarakat pesisir Danau Toba. Saat terjadi ledakan populasi ikan Pora pora, terjadi juga penurunan populasi tanaman gulma, yaitu Enceng gondok. Sejak lama enceng gondok tumbuh subur di perairan Danau Toba, mengakibatkan pendangkalan di beberapa bagian danau, sehingga dibeberapa titik terbentuk delta. Tak jarang, pulau enceng gondok yang bisa berpindah-pindah menjadi pemandangan tersendiri di danau vulkanik yang terbentuk 80.000 tahun lalu. Selama bertahun-tahun, enceng gondok menjadi permasalahan tersendiri bagi pemerintah kabupaten Samosir, yang semakin hari semakin memperburuk penampilan danau kebanggaan masyarakat Sumatera Utara ini.

Namun melalui proses alam, yaitu terjadinya ledakan populasi ikan Pora pora, populasi enceng gondok di Danau Toba menurun secara drastis. Pemandangan pulau enceng gondok yang berpindah-pindah menjadi pemandangan langka saat ini. Memang hingga saat ini, belum ada penelitian langsung terhadap korelasi dua fenomena alam tersebut. Namun dugaan masyarakat pesisir Danau Toba, sifat makan ikan Pora pora yang agresif menjadi penyebab turunnya populasi tanaman gulma ini. Plankton, lumut dan bagian tanaman yang mati menjadi sumber makan utama ikan Pora pora. Diduga, pada bagian akar enceng gondok menjadi habitat plankton dan banyak lumut, yang juga merupakan media tumbuh tanaman. Cara makan yang agresif merusak perakaran tanaman dan tanaman kehilangan media tanamnya, yang menyebabkan tanaman rusak dan mati. Bagian tanaman enceng gondok yang mati pun menjadi makanan ikan yang dikenal memiliki pola makan yang tetap.

Pola makan yang tetap dan agresif ini bisa kita saksikan jika kita berada di pinggiran Danau Toba sebelum pukul 07.00 Wib dan mulai pukul 17.00 - 18.00 Wib. Pada jam tersebut, ikan ini terlihat secara berkelompok mencari makanannya di perairan pinggir danau. Diluar waktu itu, ikan ini seakan lenyap dari permukaan Danau. Keagresifan ikan ini menjadi sensasi sendiri bagi pengunjung Danau Toba bila memasukan kaki ke danau. Secara cepat, segerombolan ikan ini akan mendekati dan memakan kulit-kulit/jaringan mati di kaki. Patukan kecil dari mulut mungil ikan menghadirkan sensasi pijatan pada titik-titik tertentu di kaki.

Tak hanya sebagai penumpas enceng gondok, saat terjadi ledakan populasi, ekonomi masyarakat pesisir Danau Toba meningkat secara signifikan. Setiap hari nelayan bisa menangkap rata-rata sekitar 300 kg hingga 400 kg. Selain di pasarkan di kota Parapat, ikan batak ini di pasarkan juga ke daerah lainnya, seperti ke Padang, Pekanbaru dan Jakarta. Sebelumnya, ikan ini kurang dikenal dan tidak diminati masyarakat pesisir Danau Toba.

Kandungan Gizi
Sementara dari segi kesehatan, berdasarkan informasi Kedutaan besar Republik Rakyat China (RRC), ikan Pora pora mengandung Omega 3, yang sangat baik untuk tumbuh kembang anak. Ikan ini juga sangat baik di konsumsi ibu hamil, meningkatkan produksi ASI pada ibu menyusui dan mencegah keropos tulang. Ikan pora-pora mengandung lemak dan kalsium yang lebih tinggi dari ikan tawar atau ikan laut manapun, meski kandungan proteinnya lebih rendah. Kandungan protein ikan pora-pora basah 8,03 gr dan ikan kering 40,90 gr, kalsium ikan pora-pora basah 505 mg dan ikan kering 2,5 gr, serta untuk lemak ikan pora-pora basah 3,7 gr dan ikan kering 22,46 gr.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar